BAB 8
Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat
I.
Perbedaan kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari
timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena adanya
dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingan ini sifatnya esensial bagi
kelangsungan hidup individu itu sendiri, jika individu berhasil memenuhi
kepentingannya, maka ia akan merasakan kepuasan dan sebaliknya kegagalan dalam
memenuhi kepentingan akan menimbilkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi
lingkungannya.
Dengan berpegang prinsip bahwa tingkah
laku individu merupakan cara atau alat dalam memenuhi kebutuhannya, maka
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat pada hakikatnya
merupakan kepuasan pemenuhan dari kepentingan tersebut.
Oleh karena individu mengandung arti
bahwa tidak ada dua orang yang sama persis dalam aspek-aspek pribadinya, baik
jasmani maupun rohani, maka dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam
hal kepentingannya.
Perbedaan kepentingan itu antara lain
berupa :
·
kepentingan individu untuk memperoleh kasih
sayang
·
kepentingan individu untuk memperoleh harga diri
·
kepentingan individu untuk memperoleh
penghargaan yang sama
·
kepentingan individu untuk memperoleh prestasi
dan posisi
·
kepentingan individu untuk dibutuhkan orang
lain
·
kepentingan individu untuk memperoleh
kedudukan di dalam kelompoknya
·
kepentingan individu untuk memperoleh rasa
aman dan perlindungan diri
·
kepentingan individu untuk memperoleh
kemerdekaan diri
Kenyataan-kenyataan seperti itu
menunjukkan ketidakmampuan suatu ideologi mewujudkan idealisme yang akhirnya
akan melahirkan kondisi disintegrasi atau konflik. Permasalahan utama dalam
tinjauan konflik ini adalah adanya jarak yang terlalu besar antara harapan
dengan kenyataan pelaksanaan dan hasilnya kenyataan itu disebabkan oleh sudut
pandang yang berbeda antara pemerintah atau penguasa sebagai pemegang kendali
ideologi dengan berbagai kelompok kepentingan sebagai sub-sub ideologi.
Perbedaan kepentingan ini tidak secara
langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi mengenal beberapa fase yaitu:
·
Fase disorganisasi yang terjadi karena
kesalahpahaman.
·
fase dis-integrasi yaitu pernyataan tidak
setuju.
fase dis-integrasi ini memiliki tahapan
(Menurut Walter W. Martin dkk):
·
ketidaksepahaman anggota kelompok tentang tujuan
yang dicapai.
·
norma sosial tidak membantu dalam mencapai
tujuan yang disepakati.
·
norma yang telah dihayati bertentangan satu
sama lain.
·
sanksi sudah menjadi lemah.
·
tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan
dengan norma kelompok.
II.
Prasangka diskriminasi dan
ethosentris
Diskriminasi
merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana
layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu
tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam
masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk
membeda-bedakan yang lain.
Ketika seseorang
diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan,
kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau
karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi.
Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan
karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan
menghambat adanya peluang yang sama.
Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif
saat diterapkan di lapangan.Diskriminasi ditempat kerja
Etnosentrisme
cenderung memandang rendah orang-orang yang dianggap asing, etnosentrisme
memandang dan mengukur budaya asing dengan budayanya sendiri. “ ( The Random
House Dictionary ).
Ada satu suku Eskimo
yang menyebut diri mereka suku Inuit yang berarti “penduduk sejati” [Herbert,
1973, hal.2]. Sumner menyebutkan pandangan ini sebagai etnosentrisme, yang
secara formal didefinisikan sebagai “pandangan bahwa kelompoknya sendiri”
adalah pusat segalanya dan semua kelompok lain dibandingkan dan dinilai sesuai
dengan standar kelompok tadi [Sumner, 1906, hal.13]. Secara kurang formal etnosentrisme
adalah kebiasaan setiap kelompok untuk menganggap kebudayaan kelompoknya
sebagai kebudayaan yang paling baik.
Etnosentrisme
terjadi jika masing-masing budaya bersikukuh dengan identitasnya, menolak
bercampur dengan kebudayaan lain. Porter dan Samovar mendefinisikan
etnosentrisme seraya menuturkan, “Sumber utama perbedaan budaya dalam sikap
adalah etnosentrisme, yaitu kecenderungan memandang orang lain secara tidak
sadar dengan menggunakan kelompok kita sendiri dan kebiasaan kita sendiri
sebagai kriteria untuk penilaian. Makin besar kesamaan kita dengan mereka,
makin dekat mereka dengan kita; makin besar ketidaksamaan, makin jauh mereka
dari kita. Kita cenderung melihat kelompok kita, negeri kita, budaya kita
sendiri, sebagai yang paling baik, sebagai yang paling bermoral.”
Etnosentrisme
membuat kebudayaan kita sebagai patokan untuk mengukur baik-buruknya kebudayaan
lain dalam proporsi kemiripannya dengan budaya kita. Ini dinyatakaan dalam
ungkapan : “orang-orang terpilih”, “progresif”, “ras yang unggul”, dan
sebagainya. Biasanya kita cepat mengenali sifat etnosentris pada orang lain dan
lambat mengenalinya pada diri sendiri.
Sebagian besar, meskipun tidak semuanya, kelompok dalam suatu masyarakat bersifat etnosentrisme. Semua kelompok merangsang pertumbuhan etnosentrisme, tetapi tidak semua anggota kelompok sama etnosentris. Sebagian dari kita adalah sangat etnosentris untuk mengimbangi kekurangan-kekurangan kita sendiri. Kadang-kadang dipercaya bahwa ilmu sosial telah membentuk kaitan erat antara pola kepribadian dan etnosentrisme.
Sebagian besar, meskipun tidak semuanya, kelompok dalam suatu masyarakat bersifat etnosentrisme. Semua kelompok merangsang pertumbuhan etnosentrisme, tetapi tidak semua anggota kelompok sama etnosentris. Sebagian dari kita adalah sangat etnosentris untuk mengimbangi kekurangan-kekurangan kita sendiri. Kadang-kadang dipercaya bahwa ilmu sosial telah membentuk kaitan erat antara pola kepribadian dan etnosentrisme.
Kecenderungan
etnosentrisme berkaitan erat dengan kemampuan belajar dan berprestasi. Dalam
buku The Authoritarian Personality, Adorno (1950) menemukan bahwa orang-orang
etnosentris cenderung kurang terpelajar, kurang bergaul, dan pemeluk agama yang
fanatik. Dalam pendekatan ini, etnosentrisme didefinisikan terutama sebagai
kesetiaan yang kuat dan tanpa kritik pada kelompok etnis atau bangsa sendiri
disertai prasangka terhadap kelompok etnis dan bangsa lain. Yang artinya orang
yang etnosentris susah berasimilasi dengan bangsa lain, bahkan dalam proses
belajar-mengajar.
Etnosentrisme akan
terus marak apabila pemiliknya tidak mampu melihat human encounter sebagai
peluang untuk saling belajar dan meningkatkan kecerdasan, yang selanjutnya
bermuara pada prestasi. Sebaliknya, kelompok etnis yang mampu menggunakan
perjumpaan mereka dengan kelompok-kelompok lain dengan sebaik-baiknya, di mana
pun tempat terjadinya, justru akan makin meninggalkan etnosentrisme. Kelompok
semacam itu mampu berprestasi dan menatap masa depan dengan cerah.
Etnosentrisme
mungkin memiliki daya tarik karena faham tersebut mengukuhkan kembali
“keanggotaan” seseorang dalam kelompok sambil memberikan penjelasan sederhana
yang cukup menyenangkan tentang gejala sosial yang pelik. Kalangan kolot, yang
terasing dari masyarakat, yang kurang berpendidikan, dan yang secara politis
konservatif bisa saja bersikap etnosentris, tetapi juga kaum muda, kaum yang
berpendidikan baik, yang bepergian jauh, yang berhaluan politik “kiri” dan yang
kaya [Ray, 1971; Wilson et al, 1976]. Masih dapat diperdebatkan apakah ada
suatu variasi yang signifikan, berdasarkan latar belakang sosial atau jenis
kepribadian, dalam kadar etnosentris seseorang.
III.
Pertentangan sosial ketegangan
dalam masyarakat
Konflik mengandung
pengertian tingkah laku yang lebih luas daripada yang biasa dibayangkan orang
dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang kasar atau perang.
·
Terdapat dua atau lebih unit-unit
atau bagian yang terlibat dalam konflik.
Unit-unit tersebut
mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan, tujuan, masalah,
sikap, maupun gagasan-gagasan.
·
Terdapat interaksi diantara
bagian-bagian yang mempunyai perbedaan tersebut.
Konflik merupakan
suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering
dihubungkan dengan kebencian atau permusuhan, konflik dapat terjadi pada
lingkungan :
A.
pada taraf di dalam diri
seseorang, konflik menunjuk adanya pertentangan, ketidakpastian atau emosi dan
dorongan yang antagonistic dalam diri seseorang.
B.
pada taraf kelompok, konflik
ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri individu, dari perbedaan pada
para anggota kelompok dalam tujuan, nilai-nilai dan norma, motivasi untuk
menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
C.
pada taraf masyarakat, konflik
juga bersumber pada perbedaan antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok
dengan nilai-nilai dan norma-norma dimana kelompok yang bersangkutan berada.
IV.
Golongan-golongan yang berbeda dan
integrasi sosial
masyarakat indonesia
adalah masyarakat yang majemuk, msyarakat majemuk itu di persatukan oleh sistim
nasional negara indonesia.aspek" kemasyarakatann yang mempersatukannya
antara lain :
·
Suku bangsa dan kebudayaannya
·
Agama
·
Bahasa
·
Nasion Indonesia
Integrasi
masalah besar yang di hadapi indonesia adalah sulitnya
itegrasi antara 1 dengan yang lainnya. masyarakat" yang ada
diindonesia mereka tetap hidup berdampingan pada kemajemukannya,
berikut adalah beberapa variabel yang dapat menghambat integrasi :
berikut adalah beberapa variabel yang dapat menghambat integrasi :
·
Klaim/Tuntutan penguasaan atas
wilayah-wilayah yang di anggap sebagai miliknya
·
Isu asli tidak asli berkaitan
dengan perbedaan kehidupan ekonomi antar warga negara indonesia asli dengan
keturunan lain
·
agama, sentimen agama dapat di
gerakkan untuk mempertajam kesukuan
·
prasangka yang merupakan sikap
permusuhan terhadap seseorang golongan tertentuk.
Dalam hal ini masyarakat indonesia
seringkali terhambat integrasinya karena variabel variabel yang di sebutkan di
atas. masyarakat indonesia pada umumnya masih sulit untuk menerima sesuatu yang
baru ataupun yang berbeda dengan yang biasa ia temukan. misalnya saja antar
agama masih sering terjadi permusuhan/ sering terjadi perang agama di desa-desa
yang berada di pulau jawa. hal tersebut menunjukkan bahwa betapa sulitnya bagi
mereka untuk berintegrasi tanpa menyangkut pautkan variabel-variabel yang ada
di atas tadi.
V.
Integrasi nasional
Integritas Nasional identik dengan
integritas bangsa yang mempunyai pengertian suatu proses penyatuan atau
pembauran berbagai aspek sosial budaya ke dalam kesatuan wilayah dan
pembentukan identitas nasional atau bangsa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989)
yang harus dapat menjamin terwujudnya keselarasan, keserasian dan keseimbangan
dalam mencapai tujuan bersama sebagai suatu bangsa. Integritas nasional sebagai
suatu konsep dalam kaitan dengan wawasan kebangsaan dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia berlandaskan pada aliran pemikiran/paham integralistik yang
dicetuskan oleh G.W.F. Hegl (1770-1831).
Pengertian ini berhubungan dengan paham
idealisme untuk mengenal dan memahami sesuatu harus dicari kaitannya satu
dengan yang lain. Dan untuk mengenal manusia harus dikaitkan dengan masyarakat
di sekitarnya dan untuk mengenal suatu masyarakat harus dicari kaitannya dengan
proses sejarah.
Istilah Integritas Nasional terdiri
dari dua kata yaitu “Integritas” dan “Nasional”. Istilah “integritas” mempunyai
arti “mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga
memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan” (Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia, 2005), sedangkan istilah “nasional” mempunyai arti
kebangsaan, bersifat bangsa sendiri yang meliputi suatu bangsa (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1989), berupa adat istiadat, suku, warna kulit, keturunan,
agama, budaya, wilayah/daerah. Integritas nasional wujud keutuhan prinsip moral
dan etika bangsa Indonesia dalam kehidupan bernegara (Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia, 2008).
Setelah pengertian integrasi kita
dikupas di atas, maka disintegrasi bangsa dapat dikatakan lawan arti dari
integrasi bangsa. Disintegrasi bangsa sangat membahayakan keberadaan Negara ini
dalam percaturan kehidupan bernegara di dunia. Dapat diartikan pula kondisi
pecahnya kesatuan dan persatuan bangsa kita. Persatuan dan kesatuan ini dapat
dilihat dalam kontek kewilayahan maupun kebangsaan yang meliputi kesatuan
ekonomi, politik, social budaya, ideology dan pertahanan keamanan.
DAFTAR ISI :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar